Tukik adalah sebutan untuk anak-anak penyu yang baru menetas dari telurnya.
Di Indonesia bisa ditemui 6 jenis penyu dari 7 jenis penyu yang ada di dunia. Keenam jenis penyu itu antara lain Penyu Hijau , Penyu Belimbing, Penyu Lekang, Penyu Sisik, Penyu Tempayan, dan Penyu Pipih. Yang paling besar ukurannya adalah penyu Belimbing dan paling kecil ukurannya adalah penyu Lekang. Semua jenis penyu itu dilindungi oleh pemerintah dengan status terancam punah, bahkan ada statusnya sangat terancam punah.
Masih terlalu banyak oknum-oknum yang menangkap penyu untuk dijual, dan masih banyak juga orang-orang yang mau membelinya. Sayangnya lagi, hukum belum terlalu efektif untuk melindungi para penyu. Praktek dilapangan masih banyak kelemahan dan celah yang bisa digunakan untuk mengelabui hukum. Uang membuat mata para oknum itu tidak peduli akan nasib makhluk lain dan habitatnya.
Dalam upaya konservasi populasi penyu yang mulai terancam, pemerintah maupun beberapa organisasi, bahkan ada juga yang perorangan, berupaya untuk menyelamatkan penyu-penyu malang ini. Dibuatlah yang namanya penangkaran penyu. Tapi jangan salah, penangkaran semacam inipun kadang ada yang keliru dalam prakteknya. Bahkan disalahgunakan hanya sebagai atraksi untuk menarik minat pengunjung yang penasaran melihat penyu dan tukik. Jadi kita juga harus hati-hati dalam memilih tempat yang kita kunjungi. Jangan sampai niat baik dan kepedulian kita malah jadi bencana juga bagi penyu itu sendiri.
Penyu merupakan spesies hewan yang cukup sulit untuk berkembang biak, usia produktif mereka dimulai sejak umur 30 – 50 tahun. Dalam rentang usia itu mereka akan kembali ke pantai tempat asal mereka ditetaskan setiap 2 sampai 8 tahun sekali. Jumlah telur yang dihasilkan bisa mencapai 120 buah. Telur penyu yang sebesar bola pingpong -tapi kulitnya lunak macam bola penyok- itu akan menetas setelah kurang lebih dua bulan.
Tukik-tukik yang baru menetas ini keluar dari pasir bersama saudara-saudaranya sesarang (opo tho..). Mereka keluar dalam kelompok kecil dan secara alami akan menuju ke laut dan memulai perjuangan bertahan hidup, bermigrasi, sampai nanti akan kembali lagi ke pantai tempat asalnya dalam waktu sekitar 20 tahun lebih.
Telur penyu sekali menetas kan banyak jumlahnya, puluhan bahkan ratusan tukik bisa keluar dari sarang. Lalu kenapa kok dikatakan susah untuk berkembang biak? Well, asal tau aja…bertahan hidup itu sungguh berat buat tukik, tanpa ada pelindung. Induknya sudah tak peduli lagi hikss.. tidak seperti mamalia yang diasuh dulu beberapa lama baru disapih. Si Tukik ini harus berjuang sejak dalam bentuk telur. Induknya selesai bertelur ya sudah, gak mikirin lagi, balik ke laut buat kawin berpetualang dilaut lepas.
Banyak predator yang suka sekali memangsa tukik, misalnya anjing, biawak, kucing, burung-burung laut macam camar, elang , bisa memakan mereka bahkan sebelum para tukik mencapai lautan. Selain itu ada juga kepiting dan ikan besar seperti hiu yang ikut memangsanya. Belum lagi mesin-mesin kapal, jaring nelayan, dan sampah-sampah dilaut yang berperan dalam kematian tukik (juga penyu-penyu dewasa).Tingkat keberhasilan hidup penyu sangat rendah. Dari 1000 (seribu) ekor tukik, yang akan kembali ke pantai untuk bertelur hanyalah berkisar satu ekor saja. SATU. Sedih banget kan…
Balik lagi soal penangkaran. Masih jarang tempat penangkaran penyu di Indonesia. Walaupun ada, terkadang tidak dirawat dengan baik bahkan ada yang hanya dijadikan objek wisata penarik turis dan penghasil uang bagi pengelolanya. Nah ini ada sedikit saran dari Profauna tentang memilih tempat wisata yang berjudul penangkaran :
Jangan mau berkunjung ke tempat wisata yang melakukan pembesaran tukik atau penyu, dan jangan pernah berdonasi pada kegiatan pembesaran tukik yang melanggar dasar-dasar kesejahteraan satwa.
Kita patut mencurigai tempat wisata yang memiliki kolam penyu dimana penyu bisa semaunya dipegang oleh pengunjung, bahkan berfoto dengan penyu. Selengkapnya bisa dibaca tentang temuan Profauna disini ya..
Beberapa penangkaran kadangkala menawarkan program melepas bayi penyu bagi pengunjung. Seperti pada postingan sebelumnya. Tentu tidak bisa sembarangan kita melakukannya. Nah, Bagi teman-teman yang berkesempatan untuk bisa atau ingin ikut melepaskan tukik ke laut, ada beberapa hal penting yang harus diingat.
Apa saja itu?
Jangan pernah memegang tukik. JANGAN PERNAH. Memegang tukik, walaupun ini sangatlah menggoda untuk dilakukan dan instagramable bangeuts untuk diposting, akan mempengaruhi tingkat keselamatan mereka. Tangan kita akan mengganggu proses imprint mereka (yang dulu fans-nya Jake si werewolf di Twilight pasti tau ya soal imprint begini wkwkwk..). Imprinting proscess pada tukik adalah upaya mereka untuk merekam petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk menemukan jalan pulang mereka untuk kawin dan kembali ke pantai tempat mereka ditetaskan. Singkatnya they imprint on the sand where hatched.
Bahan kimia yang ada di sunblock, pelembab, bahkan minyak alami yang ada dikulit kita akan berpengaruh pada tukik. Kalau dipegang bisa-bisa mereka hilang arah tak tau jalan kembali pulang. Selain itu, karena terlalu gemash, bisa jadi tangan kita memegang mereka terlalu kuat. Sehingga bisa merusak zat kuning telur (yolk) yang merupakan bekal perjalanan alias cadangan energi mereka di hari-hari pertama kehidupannya. Yolk ini berupa titik putih yang ada dibagian perut mereka. Bekal ini cukup untuk kelangsungan hidup mereka selama tiga hari pertama mengambang tanpa makanan dilaut sambil mencari tempat perlindungan yang aman. Tukik belum bisa menyelam lho yaa.. Nah ketika yolk ini habis, baru deh mereka berusaha mencari makan dan mencari perlindungan .
Masalah memegang tukik ini tampaknya masih banyak sekali yang belum dan kurang informasi. Coba deh googling foto melepas tukik. Hampir semua tukik difoto itu sedang dipegang oleh turis. Yang lebih disayangkan lagi, kadang pihak penangkarannya pun juga belum mengerti. Sehingga mereka membiarkan pengunjung mengambil tukik-tukik itu. Terkadang justru petugas penangkarannya sendiri yang menyuruh pengunjung untuk memegang tukik.
Pelepasan tukik semacam ini bisa lah kita curigai kalau mereka gak memperhatikan keselamatan dan kebaikan si tukik. Cuma mementingkan pengunjung daaan..duit. (iya, suudzon jadinya diriku wkwkwk..).
Lepaskan mereka mulai dari pasir, jangan langsung ke air laut. Apalagi pakai dilempar. Alamat gak selamat si Tukik kalau dilempar. Ingat, usia mereka baru hitungan jam saja. Merayap dipasir pantai juga membantu proses imprint mereka.
Jangan melepas tukik saat siang hari. Idealnya pelepasan tukik adalah dimalam atau dini hari saat masih gelap sekitar jam 19.00 – 05.30 waktu setempat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari predator yang bisa memangsa tukik dan juga menghindari suhu air laut yang terlalu panas. Waktu pelepasan tukik di Kuta itu benernya masih kurang tepat sih karena dilakukan sore hari…(jujur baru tau ternyata gak semudah itu Lorenzo). Cuman paling nggak aturan yang lain masih diikuti demi keselamatan para tukik yang mereka tangkarkan.
Jangan memotret dengan flash dan hindari cahaya terang. Karena bisa membuat si Tukik disorientasi, harusnya kepantai eh malah mendekati sumber cahaya, kan repot, buang-buang tenaga mereka aja. Kesian. Penglihatan tukik sangat sensitif . Mereka itu ‘phototactic’ yang artinya sangat tertarik pada cahaya. Tukik memanfaatkan cahaya horizon di laut, cahaya bulan dan juga warna putih dari buih-buih ombak untuk memandu mereka mencapai laut. Sumber cahaya lain yang lebih terang dari itu akan mengecoh mereka menuju ke arah yang salah. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, ada yang melarang turis menggunakan pakaian dan sepatu berwarna putih saat melepas tukik dimalam hari, kalaupun ada harus bersedia menjauh ke belakang agar tidak tampak oleh tukik wkwkwk..
Tetap ditempat dan jangan bergerak. Petugas penangkaran biasanya memberikan tali penanda atau batas yang melintang dipasir saat melepas tukik. Batas ini semacam runway bagi tukik yang akan merayap menuju laut. Kita tidak diperbolehkan melewati garis itu. Apalagi sampai mengejar tukik yang baru dilepaskan. Harus tetap berada dibelakang garis. Kalau mau mengambil foto tukik merayap, gunakan lensa tele aja hihihi.. Ini agar tukik tidak mati sia-sia karena gak sengaja terinjak kaki kita. Tukik yang merayap ke laut dan hilang ditelan ombak, kadang terbawa dan terdampar kembali ke pantai, tertutup pasir. Merayap lagi dia ke laut. Bolak-balik seperti itu, ya gimana ya..tukik kan ringan, jadi gampang terombang-ambing. Jadi harus dipastikan tukik bener-bener hilang dilaut baru kita mulai bergerak perlahan.
Melepas tukik secara berkelompok. Semakin banyak jumlah tukik yang dilepaskan dalam setiap pelepasan tukik, kesempatan untuk selamat sampai ke laut akan lebih baik. Walau tetap harus diingat bahwa kesempatan mereka menjadi dewasa dan kembali ke pantai tempatnya menetas itu sulit. Perbandingannya 1 : 1000.
Yak..demikianlah kira-kira yang perlu kita perhatikan saat ikut atau berkunjung ke penangkaran tukik. Aku berharap sih kita bisa sama-sama belajar untuk jadi wisatawan yang baik. Ini sebenarnya juga berlaku buat para tour guide /leader yang membawa para turis. Janganlah semata-mata hanya untuk menyenangkan dan memuaskan hati klien tapi mengorbankan apa yang seharusnya dilindungi juga oleh mereka.
Masalahnya kadang rasa ‘tidak enak hati’ itu masih kuat melekat di budaya kita. Jadi akhirnya membiarkan apa yang salah, bahkan membantu melakukan kesalahan itu sendiri. Beranilah melarang sesuatu yang memang terlarang !
Oya, beberapa foto yang ada orangnya diatas memang aku saksikan sendiri yaaa..Terus terang sebel sama salah satu tour leader rombongan lain yang memperlakukan tukik sedemikian rupa. Bahkan sampai bilang ” Ini anak penyu kalo dipegang dan dibalik dia bakal tidur loh” , (tidur kepala lu peyang!).
Kenapa gak ditegur sendiri? Sudah. Sudah ditegur, dan dijelaskan. Bahkan Naka-Nara juga jadi ‘alat’ buat negur mereka. Naka-Nara yang memaksa ingin ikut megang tukik akhirnya dapat ceramah dari Bundanya (trus sengaja suara dinyaringkan biar mbak-mbak cantik dan tour leadernya denger) soal gak boleh pegang tukik. Tapi ya tetep aja sih dipegang, dielus-elus, difoto berbagai pose, bahkan ada yang disuruh merayap ke pasir trus difoto dan dibalikin lagi. TERLALU.
Jadi dengan menulis disini salah satunya untuk menebus rasa bersalahku gara-gara gagal mengingatkan rombongan sebelah waktu di penangkaran penyu Pulau Sangalaki. Eh, dimana itu pulau Sangalaki?? Nanti yaaa…ceritanya akan berlanjut panjang. Hihihihi…